Siapa pun yang datang ke kota kita (misalnya Purbalingga), entah itu wisatawan, pengusaha, atau investor, adalah pemasar yang paling powerful bagi Purbalingga. Our best marketers are our customers.
Lalu, apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah? Memberikan layanan secara optimal kepada wisatawan, pengusaha, investor, dan siapa pun yang telah berkunjung, beraktivitas, dan menyaksikan langsung keindahan alam dan budaya Banyuwangi. Logikanya sederhana, semakin mereka puas, semakin mereka menceritakannya ke banyak orang (pemasaran getok tular).
Misalnya,
Saat Pak Luhut Pandjaitan, Bu Sri Mulyani Indrawati, dan Pak Agus Martowardojo mengunjungi Banyuwangi dalam rangka persiapan Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) Maret 2008 ke Kawah Ijen Banyuwangi misalnya, mereka diajak untuk mengunjungi destinasi-destinasi yang menjadi ikon Banyuwangi. Salah satunya Kawah Ijen.
Mereka bahkan nge-vlog bersama untuk mempromosikan Kawah Ijen. “Kita di sini, di Kawah Ijen yang punya pemandangan yang menakjubkan. Butuh 2,5 jam untuk naik ke puncak sini. Mendaki dengan tantangan yang luar biasa naik ke kawah ini. Tapi, Anda tidak akan kecewa dengan pemandangannya yang spektakuler,” kata Bu Sri Mulyani berpromosi dalam vlog yang diunggah di media sosialnya.
Ketika yang mempromosikan Kawah Ijen adalah orang Banyuwangi, orang akan cenderung kurang percaya. Namun, ketika yang berpromosi Pak Luhut, Bu Sri Mulyani, dan Pak Agus yang bukan orang Banyuwangi, orang akan lebih percaya. Kehadiran tokoh-tokoh ini membuat pamor Gunung Ijen kian naik, sehingga destinasi tersebut makin dikenal di pasar nasional dan internasional.
Dari sisi pemasaran, para pejabat itu punya segmen pasar tersensiri. Pak Luhut adalah toko berpengalaman yang memiliki jejaring luas. Tindakannya tentu mendorong para eksekutif dan banyak kalangan secara umum untuk datang ke Ijen.
Bu Sri Mulyani mempunyai segmen pasar anak muda dan netizen. Vlog-nya yang di-share di media sosial bisa memengaruhi kaum muda untuk berwisata melihat api biru di Ijen. Dengan pengaruh luas yang dimilikinya secara internasional karena pernah menjadi petinggi Bank Dunia, ia adalah influencer global, memengaruhi komunitas dunia agar berkunjung ke Ijen.
Pak Agus Martowardojo berpengaruh kuat di kalangan bankir. Ia adalah bankir senior yang pernah menjadi direktur utama bank BUMN terbesar, lalu gubernur BI. Lebih dari lima ratus ribu bankir se-Indonesia mengenalnya. Jadi, kunjungan Pak Agus bagaikan ajakan agar bankir berlibur ke Banyuwangi.
Getok tular jauh lebih efektif daripada iklan dan promosi biasa karena lebih persuasif, lebih kredibel, dan lebih autentik. Kenapa begitu? Karena yang bercerita adalah konsumen yang sudah menikmati pelayanan dari produsen, jadi cerita tersebut bisa dipercaya kebenarannya, bukan dibuat-buat untuk kepentingan si produsen. Inilah yang disebut cerita autentik.
Argumentasinya sederhana: Semakin kita sendiri yang mempromosikan diri kita, semakin orang lain tidak percaya. Sebaliknya, semakin orang lain yang mempromosikan diri kita, semakin kita menjadi terpercaya.
Kalau menggunakan media berbayar, kita membayar media itu untuk menyampaikan kehebatan-kehebatan kita audiens. Kita akan menggunakan media tersebut secara optimal untuk mempromosikan diri.
Namun, justru di situ masalahnya. Semakin kita habis-habisan mempromosikan diri, semakin konsumen tak percaya dan kian antipati.
Kesimpulannya:
“Tidak berpromosi adalah adalah strategi promosi yang paling jitu.”
Al Ries (Bapak Positioning) menatakan, bahwa kini pendekatan promosi dengan iklan telah mati dan digantikan dengan pendekatan PR (public relations).
Apa perbedaan iklan dan PR? Gampangnya sebagai berikut. Dalam iklan, kita yang menyampaikan pesan, sedangkan dalam PR, orang lain yang menyampaikan pesan. Orang lain ini bisa konsumen, tokoh pesohor, atau wartawan melalui tulisan atau liputan di media.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menciptakan berita-berita yang memiliki news value. Bisa melalui event-event yang unik, inovasi yang dilakukan oleh dinas-dinas, atau para tokoh atau selebritas yang datang ke Banyuwangi untuk melakukan wawancara dengan media.
Semakin banyak event, maka semakin banyak pula berita yang bertebaran di berbagai media, baik lokal, nasional, maupun internasional.
Perlu diingat, sebagian besar berita tersebut bukan berbentuk berita seremonial yang membosankan, tapi berita-berita yang memiliki news value nggi bagi media yang bersangkutan karena mengandung cerita (news story) yang menarik atau melibatkan tokoh atau selebritas yang pernyataannya dicari dan diburu media.
Berita Adalah Cerita
Dalam setiap komunikasi pemasaran, cerita (brand story) memiliki peran yang sangat penting karena menciptakan koneksi emosional (emotional connection) dengan target market. Brand story menginspirasi konsumen dan menciptakan trust.
Brand story yang kuat umumnya mengandung tiga elemen:
a. Problem (Conflict)
Cerita yang kuat mengandung pergulatan dan pergoalakan.
Contoh:
Selama bertahun-tahun sebelumnya, Banyuwangi dikenal dengan persepsi kurang elok, yaitu sebagai kota santet dan teluh.
Banyuwangi dulu tidak terkenal dan jauh dari mana-mana. Banyuwangi adalah tempat transit dalam perjalanan ke Bali, orang akan mampir ke kamar kecil di Banyuwangi, lalu melanjutkan perjalanan. Image-nya sangat kurang nyaman. Karena dikelilingi hutan dan pegunungan, citra mistris Banyuwangi juga kental. Dulu itu handicap, yang membuat orang tidak mau ke Banyuwangi.
b. Solution (Resolution)
Cerita yang kuat mengandung pemecahan masalah.
Contoh:
Semua problem Banyuwangi tersebut dibaca sebagai peluang. Tren dunia saat ini adalah kembali ke alam, entah berwisata di hutan atau gunung. Banyuwangipun bangkit berbenah diri membalik citra buruk “kota santet” menjadi destinasi wisata. Banyuwangi mulai fokus menggarap sektor pariwisata sebagai “core economy” dengan menawarkan keindahan alam, kekayaan budaya, keunikan kuliner, dan keistimewaan berbagai event dan festival.
c. Success (Happy-Ending)
Cerita yang kuat mengandung kesuksesan dan happy-ending.
Contoh:
Setelah melalui perjuangan yang heroik, Banyuwangi mampu mewujudkan mimpinya menjadi salah satu destinasi wisata utama di Tanah Air. Banyuwangi mampu mengubah citra dari “kota santet” menjadi “The Sunrise of Java”.